Pesta Demokrasi (By: Adharta Ongkosaputra Ketum Kill covid)

MahesaMediaCenter, Jakarta – Salah satu istilah paling lazim ditemui dalam setiap momentum pergantian kepemimpinan politik di Indonesia adalah “pesta demokrasi”. Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa istilah itu merupakan sesuatu yang lumrah dan normal.

Namun, sebenarnya istilah populer tersebut memiliki beban politik dan lahir dari konteks sejarah yang perlu diingat kembali karena dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan sosial dan politik tidaklah kecil.

Dalam catatan John Pemberton (1986), istilah “pesta demokrasi” dipopulerkan untuk pertama kalinya pada pemilihan umum tahun 1982. Lebih tepatnya, diucapkan oleh Soeharto pada sebuah rapat nasional persiapan pemilu yang dihadiri oleh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia, Februari 1981.

“Kita harus menganggap pemilihan umum sebagai sebuah pesta besar demokrasi”, ucap Soeharto kala itu.

Pers luar negeri menerjemahkan istilah pesta demokrasi sebagai “festival of democracy”. Bagi Pemberton, istilah tersebut terdengar dan terkesan aneh untuk digunakan dalam sebuah proses pemilihan di negara demokratis. Hingga saat ini, tampaknya tidak ada negara demokratis lain yang menyebut pemilihan umum di negeri mereka sebagai pesta demokrasi.

Sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia, Indonesia memiliki keunikan tersendiri sekaligus tantangan dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak di banyak wilayah sekaligus. Ini akan memberikan hak berdemokrasi kepada sekitar 17.814.913 jiwa yang tersebar di 269 daerah, untuk memilih calon yang akan mengemban amanah menjadi gubernur, walikota, dan bupati.

Karena itu, masyarakat diharapkan aktif berpartisipasi menggunakan hak politiknya agar pelaksanaan pesta demokrasi ini tidak sia-sia. Keterlibatan ini bukan hanya dari segi ikut memilih, namun juga terlibat dalam pengawasan dan pemantauan agar pemimpin-pemimpin terbaik bisa dipilih murni dengan dukungan dari mayoritas rakyat di wilayahnya. Sehingga ke depan program pembangunan di daerah akan sesuai dengan aspirasi rakyat yang telah memilih pemimpin tersebut.

Dalam sebuah acara di Restauran Daun Kelapa Di Kelapa Gading, Alumni Universitas Prasetiya Mulya dalam Naungan IKAPRAMA (Ikatan Alumni Prasetya Mulya), beranjangsana dan silaturahmi Di bawah koordinasi Bapak HARIS TURINO anggota DPR RI komisi 6 Anggota Partai PDIP Malam ini beliau jadi bintang Dengan sedikit ceramah tapi sangat mendalam sekali Dan bisa membuka wacana pikiran kita tentang banyak hal Situasi kekinian setelah Ketua umum PDIP Ibu Prof Dr Megawati Soekarnoputri mendeklarasi pendamping Bapak Ganjar Pranowo yakni Bapak Machfud MD Sebenarnya sudah bisa di tebak kalau beliau masuk kandidat Cawapres karena bisa di baca gerak gerak arah politik.

Adharta Ongkosaputra sebagai Ketua umum Killcovid-19 membuka acara malam ini dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dengan sangat khidmat Lalu dengan beberapa lagu untuk Ganjar Pranowo. Boleh di bilang malam ini jadi milik Ganjar Pranowo Setelah itu Bapak Harris Turino memberikan wacana politik

Boleh saya sebut kata Adharta Kuliah Malam tentang Politik. Bagaimana proses pencalonan Capres dan Cawapres Diskusi internal Partai Karena PDIP satu satunya Partai yang memiliki Threshold diatas 20 persen Artinya bisa menentukan Calon Presiden dan Wakil presiden tanpa harus koalisi dengan Partai lain diisi juga dengan tanya jawab dan suasana cukup hangat.

Dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara demokratis dan beradab dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya yang dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Atas dasar pertimbangan tersebut, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Dasar hukum undang-undang ini adalah : Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 20, Pasal 22E, Pasal 24C ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1), UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik; dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai : Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; Hak Memilih; Penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; Pendaftaran Pemilih; Pencalonan; Kampanye dan Dana Kampanye; Pemungutan dan Penghitungan Suara; Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan; Penghitungan dan Pemungutan Suara Ulang, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Lanjutan dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Susulan; Pengawasan, Penegakan Hukum, dan Pemantauan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan Ketentuan Pidana.

Batas Usia Capres-Cawapres 40 Tahun Atau Menduduki Jabatan yang dipilih dari Pemilu/Pilkada :
Polemik batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). (humas MK RI).

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan pada Senin (16/10/2023) di Ruang Sidang Pleno.

“Sedangkan, bagi bakal calon yang berusia di bawah 40 tahun tetap dapat diajukan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden sepanjang memiliki pengalaman pernah atau sedang menduduki jabatan sebagai pejabat yang dipilih melalui pemilu in casu anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, atau Walikota, namun tidak termasuk pejabat yang ditunjuk (appointed officials), seperti penjabat atau pelaksana tugas dan sejenisnya. Bagi pejabat appointed officials semata, dapat diajukan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden melalui pintu masuk yaitu berusia 40 tahun,” ujar Guntur.

Selanjutnya Acara Silaturahmi yang digelar Alumni Universitas Prasetiya Mulya dalam Naungan IKAPRAMA ini dihadiri juga Bapak Jahja Soenaryo Ketua umum CEO Business Forum (CBF) yang memberikan ulasan tentang sosial ekonomi, Ibu Lusia Sutanto dan pembina Killcovid-19 Ada beberapa tokoh Business Prasetiya Mulya Bapak Paulus Wibowo,Bapak Tommy Hutapea, Bapak Matheus, Bapak Olan. Bapak Vincent Johan, Bapak Teddy, Bapak Charles Saerang dan banyak Alumni Prasetiya lainnya tutup Adharta.(Ring-o)

Related posts