MahesaMediaCenter (Jaringan MSM), Banda Aceh – Nama Sulaiman Bakri, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banda Aceh, kini menjadi sorotan publik. Investigasi yang dilakukan oleh Tim MEDIA SUARA MABES Provinsi Aceh mengungkapkan fakta mengejutkan terkait dua aset mewah yang diduga milik Saudara Sulaiman Bakri. Penginapan bernilai fantastis sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar rupiah) dan rumah pribadi yang diperkirakan mencapai Rp.2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah), keduanya berlokasi di daerah Lamdom, Banda Aceh.
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memegang jabatan strategis dan berpengaruh, yakni Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh dengan golongan Pembina Tingkat I, IV/B, tentu Sulaiman Bakri harus mempertanggungjawabkan transparansi terkait kekayaan yang dimilikinya. Namun, pertanyaannya, dari mana sumber dana yang digunakan untuk membeli aset-aset mewah tersebut ?
Publik tak bisa begitu saja menerima penjelasan tanpa kejelasan. Mengingat besarnya nilai properti tersebut, tak sedikit yang mulai meragukan keabsahan sumber dana yang digunakan. Apakah ini hasil dari kerja keras atau ada permainan di balik kekuasaan yang dapat merugikan masyarakat ?
Mengingat jabatan yang diemban adalah bagian dari aparat negara, Sulaiman Bakri dituntut untuk menjawab dengan tegas dan transparan. Jangan sampai aset mewah ini justru menjadi bumerang yang merusak citra lembaga yang ia pimpin. Apakah ini hanya sebuah kebetulan atau ada konspirasi yang melibatkan kekuasaan dan uang Negara ?
Kami mengingatkan bahwa pengelolaan aset pribadi oleh pejabat negara harus bisa dipertanggungjawabkan agar tidak menimbulkan persepsi negatif di mata masyarakat. Kejelasan tentang asal-usul kekayaan ini menjadi sangat penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi yang dipimpin oleh Saudara.
Kami mendesak agar pihak berwenang segera melakukan audit terhadap properti tersebut untuk menghindari spekulasi yang berkembang liar. Dalam waktu dekat, kami akan terus mengawal proses ini dengan seksama, karena kontrol sosial adalah hak setiap warga negara. (Hanafiah)