MahesaMediaCenter (Jaringan MSM), Dumai – Pada tanggal 24 Januari 2025, terjadi insiden penembakan yang melibatkan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia. Insiden ini mengakibatkan satu orang PMI meninggal dunia dan memicu kontroversi serta pertanyaan mengenai prosedur standar operasional (SOP) yang dijalankan oleh APMM.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam kasus penembakan tersebut berdasarkan investigasi dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Fokus utama analisis ini adalah untuk mengungkap kejanggalan-kejanggalan yang muncul seputar insiden, terutama perbedaan narasi antara keterangan APMM dan kesaksian dari pihak korban, serta melihatnya dalam konteks pola kekerasan yang lebih luas terhadap PMI di Malaysia.
Kronologi Kejadian
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kronologi kejadian dapat dirangkum sebagai berikut :
24 Januari 2025, pukul 03.00 dini hari: APMM mendeteksi keberadaan kapal yang ditumpangi lima orang PMI di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia.
APMM menduga para pekerja tersebut sebagai imigran ilegal dan melakukan pengejaran. Terjadi empat kali tabrakan antara kapal APMM dan kapal PMI sebelum APMM akhirnya melepaskan tembakan.
Lima orang PMI terluka akibat tembakan tersebut, dan satu orang di antaranya meninggal dunia. APMM mengklaim bahwa penembakan dilakukan karena para pekerja melawan saat akan ditangkap. Namun, klaim ini dibantah oleh saksi mata yang menyatakan bahwa para PMI tidak melakukan perlawanan. Pemerintah Indonesia sendiri sedang menginvestigasi insiden ini dan tidak menutup kemungkinan adanya kelalaian di pihak APMM.
Kejanggalan #1: Ukuran Kapal dan Narasi Tabrakan
Salah satu kejanggalan yang muncul adalah narasi tabrakan antara kapal PMI dan kapal APMM. APMM, sebagai otoritas maritim Malaysia, memiliki kapal patroli dengan ukuran yang relatif besar. Sebagai contoh, KM Langkawi, salah satu kapal APMM, memiliki panjang 75 meter dan lebar 10,8 meter. Sulit untuk membayangkan bagaimana sebuah kapal kecil yang ditumpangi lima orang PMI dapat dengan sengaja menabrak kapal sebesar itu hingga empat kali.
Sayangnya, informasi mengenai jenis dan ukuran kapal yang ditumpangi PMI tidak tersedia dalam sumber yang diakses. Namun, logika sederhana menunjukkan bahwa kapal PMI kemungkinan berukuran jauh lebih kecil daripada kapal APMM.
Hal ini menimbulkan pertanyaan:
Seberapa besar sebenarnya kapal yang ditumpangi PMI?
Apakah masuk akal jika kapal kecil tersebut dengan sengaja menabrak kapal APMM yang jauh lebih besar hingga empat kali?
Jika memang terjadi tabrakan, mungkinkah itu merupakan upaya menghindar dari kejaran APMM yang justru berujung pada kecelakaan?
Tanpa informasi detail mengenai ukuran dan jenis kapal PMI, sulit untuk menganalisis secara akurat narasi tabrakan yang dikemukakan oleh APMM.
Kejanggalan #2: Lokasi Korban dan Narasi Perlawanan
APMM menyatakan bahwa penembakan dilakukan karena para PMI melakukan perlawanan dengan senjata tajam. Namun, jika benar para PMI mengancam APMM dengan senjata tajam, seharusnya posisi korban saat ditemukan berada di kapal APMM atau di lokasi yang menunjukkan adanya perlawanan.
Faktanya, informasi yang tersedia tidak menyebutkan lokasi pasti ditemukannya para korban. Apakah mereka ditemukan di kapal PMI, di laut, atau di lokasi lain? Ketidakjelasan ini menimbulkan pertanyaan dan memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam narasi yang dibangun oleh APMM.
Kejanggalan #3: Minimnya Informasi dan Transparansi, Ditambah Absennya Bodycam
Hingga saat ini, informasi mengenai insiden ini masih sangat terbatas. Detail kronologi kejadian, jenis senjata yang digunakan, serta hasil investigasi internal APMM belum dipublikasikan secara transparan. Misalnya, tidak ada informasi yang jelas mengenai lokasi pasti penemuan korban dan jenis senjata yang digunakan oleh APMM. Tidak adanya identifikasi forensik atas senjata yang dituduhkan. Minimnya informasi dan transparansi dari pihak berwenang Malaysia justru memperkuat dugaan adanya upaya untuk menutupi kejanggalan dalam insiden ini.
Kejanggalan ini diperparah dengan absennya bodycam pada petugas APMM. Padahal, penggunaan bodycam telah menjadi standar di banyak lembaga penegak hukum di seluruh dunia. Bodycam dapat memberikan rekaman visual yang objektif tentang insiden tersebut, sehingga dapat membantu mengungkap kebenaran dan meningkatkan akuntabilitas.
Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan bodycam dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Mengurangi penggunaan kekerasan oleh aparat.
2. Menurunkan jumlah komplain dari masyarakat.
3. Meningkatkan profesionalisme petugas.
4. Memperkuat bukti-bukti dalam proses hukum.
Jika petugas APMM dilengkapi dengan bodycam, rekaman tersebut dapat menjadi bukti kunci untuk mengungkap kebenaran di balik insiden penembakan ini. Rekaman tersebut dapat menunjukkan apakah benar terjadi perlawanan dari PMI, bagaimana proses pengejaran dan penembakan terjadi, dan apakah SOP APMM telah dijalankan dengan benar.
Pola Kekerasan dan Penembakan terhadap PMI di Malaysia
Insiden penembakan di Tanjung Rhu bukanlah kasus pertama kekerasan yang menimpa PMI di Malaysia. Catatan Migrant Care menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 hingga 2025, terdapat setidaknya 75 kasus penembakan dan pembunuhan PMI yang diduga dilakukan oleh aparat Malaysia. Sebagian besar kasus tersebut tidak pernah diselesaikan secara transparan dan akuntabel.
Fakta ini menunjukkan adanya pola kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat Malaysia terhadap PMI. Hal ini menimbulkan keprihatinan serius mengenai perlindungan dan keamanan WNI yang bekerja di Malaysia.
Perlunya Investigasi Independen dan Transparan
Mengingat berbagai kejanggalan yang ditemukan dan pola kekerasan yang terjadi, kasus penembakan PMI oleh APMM ini menuntut adanya investigasi yang independen dan transparan. Investigasi ini perlu melibatkan pihak-pihak netral, baik dari Indonesia maupun organisasi internasional, untuk menjamin objektivitas dan keadilan.
Beberapa langkah yang perlu diambil dalam investigasi ini antara lain:
Mendapatkan keterangan lengkap dari para korban dan saksi mata.
Menganalisis bukti-bukti fisik, Identifikasi Forensik, termasuk jenis senjata yang digunakan, arah tembakan, dan kondisi kapal. Memeriksa prosedur standar operasional (SOP) APMM dalam penanganan imigran ilegal. Mengungkap apakah ada indikasi pelanggaran HAM dalam insiden ini.
Menghubungkan insiden ini dengan pola kekerasan terhadap PMI di Malaysia dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya. Kejanggalan-kejanggalan yang telah diuraikan sebelumnya, seperti ketidakjelasan ukuran kapal PMI, lokasi korban, dan narasi perlawanan, semakin memperkuat urgensi dilakukannya investigasi independen.
Dampak dan Tuntutan Keadilan
Insiden penembakan ini menimbulkan dampak serius, baik bagi korban dan keluarganya maupun bagi hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia. Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah tegas untuk menuntut keadilan bagi korban dan memastikan agar insiden serupa tidak terulang kembali.
Selain menuntut keadilan bagi korban, pemerintah Indonesia juga perlu memperhatikan dampak insiden ini terhadap hubungan diplomatik kedua negara. Insiden penembakan ini berpotensi meningkatkan ketegangan dan menimbulkan sentimen negatif di masyarakat kedua negara. Oleh karena itu, diperlukan upaya diplomatik yang intensif untuk meredakan situasi dan memulihkan kepercayaan.
Momentum Kuat untuk Mempertegas Perlindungan PMI
Kasus penembakan PMI oleh APMM di perairan Tanjung Rhu menyisakan banyak kejanggalan dan pertanyaan. Narasi yang dibangun oleh APMM mengenai tabrakan dan perlawanan dari PMI perlu ditelusuri lebih lanjut melalui investigasi yang independen dan transparan. Ketidakjelasan seputar ukuran kapal PMI, lokasi korban saat ditemukan, dan minimnya transparansi dari APMM memperkuat dugaan adanya upaya untuk menutupi kebenaran. Absennya bodycam pada petugas APMM semakin mempertegas perlunya investigasi yang mendalam dan objektif.
Lebih penting lagi, insiden ini harus dilihat dalam konteks pola kekerasan yang lebih luas terhadap PMI di Malaysia. Pemerintah Indonesia harus berperan aktif dalam mengawal kasus ini, menuntut keadilan bagi korban, dan memastikan bahwa hak-hak WNI di luar negeri terlindungi.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak insiden ini terhadap hubungan diplomatik dengan Malaysia dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa mendatang. (@PT)