Langkah Mundur Kebijakan Migas: Penghasil Riau Merasa Tidak Dihargai

banner 468x60

MahesaMediaCenter (Jaringan MSM), Kab. Indragiri Hilir – Kebijakan baru terkait pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi (migas) yang diusulkan oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, menuai protes keras dari masyarakat Riau. Kebijakan ini dinilai menunjukkan gejala sentralisasi baru yang bertentangan dengan semangat reformasi dan otonomi daerah, serta berpotensi merugikan daerah penghasil migas seperti Riau.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, daerah seharusnya mendapatkan porsi yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Namun, kebijakan baru ini justru membatasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam mengelola Participating Interest (PI) sebesar 10% pada wilayah kerja migas. Pemerintah pusat terlihat ingin kembali memonopoli pengelolaan migas tanpa memberikan ruang bagi daerah untuk berdaulat atas sumber daya alam mereka sendiri.

Juru Bicara Lembaga Adat Negeri (LAN) Riau Daratan menyatakan, “Langkah ini adalah bentuk pengabaian terhadap hak masyarakat adat, kearifan lokal, dan kontribusi besar Riau sebagai salah satu penyumbang utama produksi migas nasional.” Menurutnya, kebijakan ini juga mengesampingkan kebutuhan masyarakat Riau yang justru diwarisi kerusakan lingkungan tanpa peningkatan signifikan dalam kesejahteraan ekonomi.

Participating Interest 10% Dinilai Tidak Lagi Cukup

Sebagai daerah yang menyumbang lebih dari 20% produksi migas nasional, PI sebesar 10% dianggap tidak relevan lagi untuk mencerminkan keadilan. Dengan dampak sosial dan lingkungan yang signifikan, termasuk pencemaran tanah dan air, masyarakat Riau mengusulkan agar PI dinaikkan menjadi 15%. “PI bukan sekadar angka, tetapi simbol pengakuan atas kontribusi besar Riau terhadap pembangunan bangsa,” lanjut perwakilan LAN Riau Daratan.

Selain itu, kebijakan baru yang melarang keterlibatan pihak swasta dalam kepemilikan saham BUMD juga dianggap kontraproduktif. Melibatkan swasta sebenarnya dapat membantu meningkatkan kapasitas operasional BUMD di tengah keterbatasan anggaran daerah. Sayangnya, langkah tersebut justru dihalangi, bertentangan dengan semangat kolaborasi yang sering digaungkan oleh pemerintah pusat.

Desentralisasi yang Tergerus

Pembatasan BUMD untuk hanya mengelola satu wilayah kerja migas juga dinilai tidak realistis. Dalam kenyataannya, BUMD seringkali bergantung pada pengelolaan beberapa wilayah untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya. Kebijakan ini dinilai sebagai ancaman bagi keberlangsungan usaha BUMD dan semakin merugikan daerah penghasil minyak.

Masyarakat Riau berharap pemerintah pusat kembali mempertimbangkan kebijakan ini dengan lebih bijak. Desentralisasi dan otonomi daerah harus tetap menjadi semangat utama dalam pengelolaan sumber daya alam, demi memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Dum 0793

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *