PHINLA Kembali Gelar “Refreshment Fasilitator Suara dan Aksi Warga (CVA) Bagian 1-3”

MediaSuaraMabes, Jakarta — Program PHINLA kembali mengadakan kegiatan Refreshment Fasilitator Suara dan Aksi Warga (CVA) Bagian 1-3 yang berlangsung selama empat hari, mulai 23 hingga 26 April 2025, di Hotel Santika Kelapa Gading, Jakarta Utara. Acara dibuka dengan sambutan dari tim PHINLA, dilanjutkan dengan penjelasan tentang tata keselamatan kegiatan dan paparan terkait Program PHINLA Tahap II.

Kegiatan kali ini juga mengkhususkan peserta untuk memperdalam edukasi tentang “ASKA” (Asosiasi Simpan Pinjam untuk Kesejahteraan Anak), sebuah kegiatan yang telah sukses membangun kemudahan akses dana mikro, mendorong kebiasaan menabung, mengatur keuangan, serta membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab masyarakat di lokasi program PHINLA.

Sebanyak 20 kelompok Bank Sampah dari wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu hadir dalam pertemuan ini. Masing-masing kelompok diwakili oleh lima orang yang menyampaikan laporan kemajuan pelaksanaan ASKA dan keanggotaan Bank Sampah binaan PHINLA melalui lembar laporan yang dibimbing langsung oleh Bapak Tumpal dari Wahana Visi Indonesia (WVI).

Salah satu sesi penting dalam kegiatan ini adalah pelatihan public speaking untuk memperkuat kemampuan pengurus Bank Sampah dalam menyampaikan pesan dan kegiatan kepada masyarakat.

Selain itu, narasumber dari WVI-PUSKAHA, Ibu Yenti Nurhidayat, membawakan materi tentang “Pemetaan Kebijakan dan Anggaran Penanggulangan Sampah Berbasis Hak di DKI Jakarta”. Ia menyampaikan beberapa kesimpulan penting, antara lain:

1. Perlu Revisi Perda Pengelolaan Sampah DKI
Perda yang ada dinilai sudah tidak mampu mengakomodasi kebutuhan saat ini, meskipun sudah ada revisi sebagian melalui Perda No. 4 Tahun 2019.

2. Dukungan Pemda untuk Bank Sampah
Standar Bank Sampah sulit diterapkan tanpa dukungan pemerintah, seperti penyediaan lahan, hibah prasarana, dan bantuan pengangkutan.

3. Penyelarasan Pergub tentang Pengelola Sampah
Terjadi tumpang tindih peran antara Bank Sampah Unit (BSU) dan BPS di tingkat RW. Disarankan agar BSU beroperasi di tingkat kelurahan, sementara di RW dikelola BPS.

4. Optimalisasi Peran Pemerintah sebagai Regulator
Ditekankan bahwa pemerintah sebaiknya fokus pada regulasi, penyediaan anggaran, dan pengawasan, sementara implementasi pengelolaan dilakukan oleh masyarakat dan pelaku usaha melalui skema Bank Sampah.

Sementara itu, narasumber dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Bapak Monang, lebih menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah, meskipun belum membahas secara mendalam isu tumpang tindih peran antara BPS dan BS.

Pada hari terakhir, peserta berkesempatan mengunjungi TPS Bantar Gebang untuk belajar langsung mengenai kegiatan pengelolaan sampah di lapangan, termasuk memahami perbedaan antara peran RDF di Bantar Gebang dan Rorotan.

Meskipun pada tahun 2024 volume sampah belum dapat ditekan sesuai target pemerintah, melalui pelatihan ini diharapkan semangat dan peran aktif Bank Sampah di berbagai wilayah dapat semakin meningkatkan pengelolaan sampah, sekaligus mengurangi volumenya di masa mendatang.

T. Mokar Siknun
Jurnalis DKI Jakarta

Related posts