MahesaMediaCenter (MSM Network), Banda Aceh – Masyarakat Banda Aceh dihebohkan dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Banda Aceh. Dalam aksi ini, lima orang diamankan atas dugaan keterlibatan dalam praktik politik uang (money politics) selama Pilkada Banda Aceh 2024.
Kelima orang tersebut ditangkap saat sedang melakukan transaksi di sebuah warung kopi di kawasan Geuceu Iniem, Kecamatan Banda Raya, pada Selasa malam (26/11/2024).
Ketua Panwaslih Banda Aceh, Indra Milwady, membenarkan penangkapan ini. “Iya, ada lima orang: dua yang membagikan uang dan tiga penerima,” ungkapnya. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat karena beredar dugaan bahwa para pelaku merupakan bagian dari tim pemenangan pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Illiza Sa’aduddin Djamal – Afdhal Khalilullah.
Selain itu, sebuah video yang menunjukkan dugaan pembagian uang oleh tim paslon nomor urut 3, Aminullah Usman – Isnaini Husda, di Gampong Lam Cot juga beredar luas.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh Media Suara Mabes, Panwaslih bersama kepolisian mengamankan delapan orang terkait kasus ini, terdiri dari empat pria dan empat wanita, serta menyita uang tunai ratusan juta rupiah.
Meski begitu, Panwaslih menyatakan masih menelusuri apakah insiden ini benar-benar melibatkan tim sukses dari kedua paslon atau hanya individu tertentu. Namun, dugaan praktik bagi-bagi uang sudah lama menjadi isu panas di masyarakat, dengan kabar bahwa “serangan fajar” berupa pembagian uang Rp200 ribu per orang sudah tersebar jauh-jauh hari.
Ketua LIN Aceh Angkat Bicara*
Ketua Lembaga Investigasi Negara (LIN) Provinsi Aceh, Bukhari, turut memberikan tanggapan. Ia menyayangkan maraknya praktik politik uang dalam Pilkada Banda Aceh 2024.
“Kami meminta Panwaslih Kota Banda Aceh untuk mengungkap kasus ini secara objektif dan transparan kepada masyarakat. Jangan ada yang ditutupi,” ujar Bukhari. Ia juga menekankan pentingnya langkah tegas dari lembaga terkait, termasuk Panwaslih, Sentra Gakkumdu, dan pihak kepolisian, dalam mengusut dugaan politik uang oleh paslon nomor urut 1 dan 3.
Menurut Bukhari, pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang tidak hanya menghadapi sanksi hukum tetapi juga merusak integritas proses demokrasi. Ia memaparkan sejumlah sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku:
1. Sanksi Administratif
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2013, pelanggar dapat dikenakan:
● Pembatalan pencalonan.
● Diskualifikasi dari kontestasi pemilihan.
2. Sanksi Berdasarkan UU Pilkada
● Pasal 187A:
Setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang/materi lainnya untuk memengaruhi pemilih dapat dihukum:
Penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 6 tahun.
Denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
● Pasal 187B:
Kandidat atau tim sukses yang terbukti melakukan politik uang juga dapat dijatuhi sanksi administratif berupa pembatalan sebagai peserta pemilu oleh KPU.
Bukhari menegaskan bahwa pemberantasan politik uang adalah tanggung jawab bersama untuk menjaga keadilan dan integritas demokrasi di Aceh.
“Tidak ada maling yang mau mengaku,” pungkasnya. Namun, keadilan harus ditegakkan demi masa depan Banda Aceh yang lebih baik.