Oleh :
Teuku Abdul Hannan
Pemerhati Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
MahesaMediaCenter (Jaringan MSM), Banda Aceh – Pemerintah melalui sistem e-katalog bertujuan untuk menciptakan efisiensi dan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa. Namun, kenyataannya, e-katalog lebih sering menjadi celah bagi penyalahgunaan anggaran dan potensi korupsi yang semakin besar. Dua contoh nyata di lapangan, yaitu pembangunan bunker nuklir untuk pasien kanker di RSUZA Banda Aceh dan pengadaan budidaya ikan kakap serta pakan rucah di Aceh Timur, menunjukkan bagaimana e-katalog, yang semestinya mempermudah pengadaan, justru menambah kerumitan dan membuka peluang untuk tindak pidana korupsi.
Apa itu E-Katalog ?
E-Katalog adalah sistem elektronik yang disediakan oleh pemerintah untuk memfasilitasi pengadaan barang dan jasa secara langsung antara penyedia barang/jasa dan instansi pemerintah. Melalui E-Katalog, proses pengadaan barang dan jasa seharusnya bisa dilakukan dengan lebih cepat, mudah, dan transparan. Penyedia barang atau jasa yang telah terdaftar dalam E-Katalog akan memasukkan produk mereka beserta harga yang telah disetujui, dan instansi pemerintah dapat memilih dari katalog yang ada. Ini dirancang untuk mengurangi kerumitan dan birokrasi yang biasanya ada dalam proses pengadaan konvensional.
Latar Belakang Munculnya Ide E-Katalog
E-Katalog diperkenalkan sebagai bagian dari upaya untuk reformasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebelumnya, proses pengadaan yang dilakukan dengan cara manual atau tender terbuka sering kali dihadapkan dengan masalah seperti lamanya waktu proses, ketidaktransparanan, dan potensi penyalahgunaan anggaran. Diperkenalkannya E-Katalog bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi praktik korupsi, dan mempercepat aliran barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah.
Seiring dengan kebijakan reformasi birokrasi, E-Katalog diharapkan dapat menjadi solusi yang mempercepat pengadaan barang dan jasa yang standar, sekaligus meminimalisir ruang bagi oknum untuk melakukan manipulasi anggaran. Sistem ini juga bertujuan untuk menciptakan pasar yang lebih terbuka bagi para penyedia barang dan jasa pemerintah.
Harapan Awal Dikeluarkannya E-Katalog
Ketika E-Katalog pertama kali diperkenalkan, pemerintah berharap dapat mewujudkan pengadaan yang lebih transparan dan efisien. Proses pengadaan yang dilakukan melalui sistem ini diharapkan dapat mengurangi banyaknya dokumen administrasi dan mempercepat proses pembelian barang atau jasa yang standar. Di sisi lain, pemerintah juga berharap E-Katalog dapat mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan dan anggaran karena pengadaan dilakukan dengan lebih terbuka dan terstruktur.
Namun, kenyataannya, dalam beberapa kasus, E-Katalog justru menghadirkan masalah baru, sebagaimana yang tercermin pada dua contoh kasus yang disebutkan sebelumnya. Pada praktiknya, E-Katalog terkadang tidak dapat mengakomodasi pengadaan yang memerlukan spesifikasi teknis yang lebih rumit, seperti proyek-proyek konstruksi besar atau pengadaan yang melibatkan jasa konsultan dengan kualifikasi tertentu.
Bagaimana Seharusnya Perusahaan Terdaftar di E-Katalog ?
Perusahaan yang ingin terdaftar di E-Katalog harus melalui beberapa prosedur administratif yang diatur oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Prosedur ini melibatkan pendaftaran dan verifikasi data perusahaan, termasuk kredibilitas dan kapasitasnya dalam menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan pemerintah.
Dalam proses ini, perusahaan harus memastikan bahwa produk atau jasa yang mereka tawarkan benar-benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam E-Katalog. Jika perusahaan tidak memiliki pengalaman yang relevan atau produk yang tepat untuk pengadaan tertentu, mereka tidak seharusnya terdaftar atau dipilih untuk proyek tersebut. Proses ini dirancang untuk memastikan bahwa hanya penyedia yang memiliki kemampuan yang memadai yang dapat berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah.
Namun, dalam kenyataannya, seringkali ada perusahaan yang tidak memenuhi kualifikasi yang ditetapkan, seperti halnya pada kasus pembangunan bunker di RSUZA, di mana perusahaan yang tidak berkompeten tetap dipilih karena kelemahan dalam proses seleksi dan pengawasan yang ada dalam E-Katalog.
Kasus 1 : Pembangunan Bunker Nuklir RSUZA Banda Aceh
Proyek pembangunan bunker nuklir untuk pasien kanker di RSUZA Banda Aceh adalah salah satu contoh fatal penerapan e-katalog dalam proyek konstruksi besar yang seharusnya menggunakan tender terbuka. Dengan anggaran lebih dari Rp 20 miliar, proyek ini seharusnya mematuhi ketentuan yang jelas tentang pengadaan yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang kompleks, namun, proyek tersebut dilaksanakan melalui metode e-purchasing, sebuah sistem yang sebenarnya tidak cocok untuk proyek konstruksi besar.
Tentu saja, hal ini menimbulkan masalah serius. PT. Iswara Hadi Engineering, yang ditunjuk sebagai penyedia, tidak pernah mengerjakan proyek serupa sebelumnya dan bahkan tidak memiliki spesifikasi pekerjaan bunker di etalase katalog elektronik. Dengan kata lain, perusahaan ini tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan proyek tersebut, namun tetap dipilih sebagai penyedia. Ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi peluang besar untuk penyalahgunaan anggaran.
Lebih buruk lagi, pengadaan untuk konsultan pengawas yang mutlak diperlukan untuk proyek konstruksi kompleks seperti bunker juga dilakukan melalui e-katalog. Padahal, e-katalog tidak mengatur pengadaan konsultan pengawas sama sekali. Tidak ada panduan atau regulasi yang jelas tentang bagaimana memilih konsultan pengawas melalui e-katalog. Hal ini menjadikan proyek ini tidak diawasi secara profesional, memicu risiko kerugian negara yang besar, serta membuka peluang terjadinya pelanggaran hukum dan korupsi.
E-katalog, yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pengadaan, justru telah menjadi alat yang mempermudah manipulasi dan penyalahgunaan wewenang. Tanpa pengawasan yang tepat, proyek seperti pembangunan bunker ini bisa saja mengalami kelalaian dalam pelaksanaan, yang merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari fasilitas kesehatan ini.
Kasus 2 : Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah di Aceh Timur – Total Loss
Contoh lainnya adalah proyek pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah di Aceh Timur, yang dibiayai oleh APBA-P Tahun 2023. Proyek ini berakhir dengan kerugian total dan menunjukkan bagaimana ketidaksesuaian barang dalam e-katalog dapat mengarah pada kegagalan proyek dan kerugian negara. Meskipun pengadaan menggunakan sistem e-katalog, barang yang terdaftar di katalog tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan, mengakibatkan proyek tersebut gagal.
E-Katalog : Menyisakan Celah Besar untuk Korupsi
Masalah utama yang muncul dari kedua kasus ini adalah penerapan e-katalog yang tidak memadai untuk pengadaan yang memiliki kompleksitas tinggi seperti pembangunan bunker atau budidaya ikan kakap. E-katalog hanya efektif untuk pengadaan barang dan jasa yang sudah tersedia dengan jelas dan terstandarisasi. Namun, ketika berhadapan dengan proyek besar yang memerlukan kompetensi spesifik dan pengawasan ketat, e-katalog gagal menyediakan jaminan kualitas.
Lebih lanjut, e-katalog tidak mengatur pengadaan untuk konsultan pengawas, yang seharusnya menjadi komponen penting dalam memastikan keberhasilan proyek. Tanpa konsultan pengawas yang terpilih berdasarkan prosedur yang sah dan kredibel, tidak ada jaminan bahwa proyek tersebut akan berjalan sesuai dengan standar dan anggaran yang telah ditetapkan.
Peran Inspektorat Aceh : Pengawasan yang Tertinggal
Dalam hal ini, peran Inspektorat Aceh seharusnya menjadi pengawas independen yang tegas dalam memastikan bahwa proyek-proyek yang dibiayai oleh APBA, seperti pembangunan bunker RSUZA dan budidaya ikan kakap di Aceh Timur, dilaksanakan dengan mematuhi regulasi yang berlaku. Sayangnya, Inspektorat Aceh tidak terlihat aktif dan responsif terhadap kasus-kasus ini. Meskipun ada laporan tentang potensi penyalahgunaan anggaran dan penyimpangan prosedur, pengawasan yang dilakukan terlalu lambat dan tidak cukup mendalam.
Pada kasus pembangunan bunker di RSUZA, seharusnya Inspektorat Aceh segera memberikan rekomendasi atau bahkan peringatan kepada Direktur RSUZA agar proses pengadaan dihentikan sementara untuk diselidiki lebih lanjut. Namun, hingga saat ini, Inspektorat Aceh belum menunjukkan tindak lanjut yang konkret, meskipun larangan pengadaan konsultan pengawas melalui e-katalog sudah dijelaskan oleh LKPP. Dalam kasus ini, Inspektorat Aceh gagal menjalankan perannya untuk mencegah kerugian negara dan mengawal pengadaan yang sah.
Kelemahan pengawasan dari Inspektorat Aceh memperburuk situasi. Inspektorat yang seharusnya menjadi katalis pengawasan dalam setiap proyek pemerintah malah terlihat lemah dalam menegakkan aturan dan kurang cepat dalam merespons indikasi penyimpangan. Jika pengawasan ini dilakukan dengan lebih serius dan profesional, banyak kasus korupsi yang bisa dicegah.
E-Katalog sebagai Jalur Cepat Menuju Korupsi
Ketiadaan regulasi yang jelas dan pengawasan yang lemah dalam implementasi e-katalog menjadikannya alat yang berpotensi besar untuk memfasilitasi korupsi. Pengadaan yang seharusnya dilakukan melalui tender terbuka atau metode pengadaan yang lebih selektif dan terperinci, malah dilakukan dengan cara yang lebih cepat namun penuh dengan kelemahan. E-katalog, yang semestinya menyederhanakan proses pengadaan, justru menambah kerumitan dalam pelaksanaannya dan menimbulkan risiko besar bagi negara.
Lebih jauh lagi, ketidakmampuan Inspektorat Aceh dalam menjalankan fungsi pengawasan yang lebih tegas dan independen membuat sistem ini rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan dan korupsi. Tanpa pengawasan yang lebih intensif, sistem e-katalog hanya akan terus menjadi celah bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan rakyat.
Saran : Menghentikan Penggunaan E-Katalog pada Tahun Anggaran 2025
Mengingat banyaknya kerugian negara yang muncul akibat penerapan e-katalog dalam proyek-proyek besar dan kompleks seperti pembangunan bunker RSUZA dan pengadaan budidaya ikan kakap di Aceh Timur, serta kelemahan sistem e-katalog itu sendiri, sangat penting bagi Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi kembali penerapan e-katalog di tahun 2025.
Saran Penulis, untuk tahun 2025, Pemerintah Aceh harus berhenti menggunakan e-katalog untuk proyek-proyek besar dan kompleks, yang membutuhkan pengawasan ketat dan spesifikasi teknis yang sangat detail. Pengadaan proyek seperti konstruksi besar, konsultan pengawas, dan pengadaan barang yang memerlukan standar kualitas tinggi seharusnya tetap dilakukan melalui metode tender terbuka yang lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, mendorong Inspektorat Aceh untuk lebih proaktif dalam menjalankan fungsi pengawasannya sangat krusial. Inspektorat harus mampu melakukan pengawasan yang lebih menyeluruh, efektif, dan cepat terhadap semua proyek pengadaan yang menggunakan dana publik. Tidak hanya reaktif setelah terjadi masalah, namun proaktif dalam mengidentifikasi potensi penyalahgunaan anggaran sejak dini. Pengawasan yang ketat akan memastikan bahwa setiap tahap pengadaan—dari perencanaan hingga pelaksanaan—dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar dan transparan. Dengan langkah ini, bukan hanya pencegahan korupsi yang terjaga, tetapi juga efisiensi anggaran yang dimiliki pemerintah dapat lebih terjamin. Jika pengawasan dilakukan dengan lebih serius, banyak proyek yang berpotensi merugikan negara dapat dihentikan sebelum mencapai kerugian yang lebih besar. Inspektorat Aceh harus menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan akuntabilitas anggaran daerah. Jika hal ini tidak dilakukan, maka sistem pengadaan di Aceh, yang seharusnya menjadi solusi, justru akan semakin memperparah masalah korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang sudah meresahkan masyarakat.
Jika langkah ini tidak segera dilakukan, maka e-katalog akan tetap menjadi alat yang memfasilitasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang, yang merugikan negara dan masyarakat. Pemerintah Aceh harus berani melakukan langkah reformasi dalam sistem pengadaan agar ke depannya tidak ada lagi ruang bagi tindak pidana korupsi yang berakar pada kebijakan yang salah.
Semoga bermanfaat.